Indosultra.Com,Kendari – Pengadilan Tata Usaha (PTUN) Kendari membatalkan izin tambang PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Kabupeten Konawe Kepulauan (Konkep). Izin usaha pertambangan (IUP) PT GKP diterbitkan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Sulawesi Tenggara (Sultra), pada 31 Desember 2019 lalu.
Salah satu pertimbangan majelis hakim PTUN Kendari yakni, DPM-PTSP Sultra menerbitkan IUP PT GKP tanpa dokumen perubahan izin lingkungan.
Putusan majelis hakim dibacakan secara e-Court di Gedung PTUN Kendari, Jalan Badak, Kelurahan Rahandouna, Kecamatan Poasia, Kota Kendari, pada Kamis (3/12/2023).
Majelis hakim menilai penerbitan IUP PT GKP dengan nomor kode wilayah: KW 08 NOP ET 002 oleh DPM-PTSP Sultra tidak sesuai dengan undang-undang dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Sehingga, majelis hakim mengabulkan seluruh gugatan 29 warga Konawe Kepulauan yang dikuasakan kepada Integrity Law Firm, Prof Denny Indrayana.
“Menyatakan batal keputusan DPM-PTSP Provinsi Sultra nomor: 949/DPMPTSP/XII/2019 tentang Persetujuan Perubahan Izin PT Gema Kreasi Perdana,” kata majelis hakim PTUN Kendari dalam amar putusannya.
Majelis hakim juga mewajibkan DPM-PTSP Sultra mencabut IUP PT GKP seluas 850,9 hektare di Konawe Kepulauan.
Salah satu yang menjadi pertimbangan hakim, yakni IUP PT GKP diterbitkan tanpa dengkapi perubahan izin lingkungan.
Sebab, PT GKP sempat mengalami perubahan susunan direksi dan penciutan IUP.
Awalnya PT GKP mendapat kuasa pertambangan eksploitasi berdasarkan Surat Keputusan Bupati Konawe dengan nomor 556, tertanggal 14 November 2008.
Kala itu, PT GKP mendapatkan izin eksploitasi dengan luas 950 hektare di Kecamatan Wawonii Selatan, Kabupaten Konawe, Sultra.
PT GKP juga mengantongi dokumen persetujuan lingkungan hidup yang terdiri Andal, RPL dan RKL yang dinilai hakim sebagai izin lingkungan.
Namun, pada 9 September 2019 PT GKP mengalami perubahan susunan komisaris dan direksi dari Donald Johnny Hermanus ke Andi Ibrahim Saleh.
Dari perubahan susunan direksi itu, terjadi penciutan luas konsesi tambang menjadi 850,9 hektare berlokasi di Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konkep, Provinsi Sultra.
Hakim mempertimbangkan keterangan ahli, Dr Harsanto Nursadi, bahwa jika perubahan direksi, komisaris, dan usaha perusahaan, maka perlu dilakukan perubahan izin lingkungan.
Hal itu juga diatur dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Selanjutnya, diatur dalam Pasal 20 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 23 Tahun 2018.
“Majelis hakim berpendapat bahwa perubahan izin lingkungan merupakan persyaratan lingkungan yang harus dipenuhi sebelum perubahan usaha dilaksanakan,” tulis pertimbangan putusan PTUN Kendari.
Majelis hakim menegaskan, dalam persidangan terbukti, PT GKP sebagai tergugat intervensi memiliki izin lingkungan terbit 11 Januari 2021.
Sehingga, hakim berkesimpulan, penerbitan izin operasi produksi PT GKP tidak didahului perubahan izin lingkungan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, majelis hakim pun berpendapat penerbitan IUP PT GKP oleh DPM-PTSP Sultra tidak sesuai dengan undang-undang.
“Pasal 32 huruf C Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara,” dikutip salinan putusan PTUN Kendari.
Selain itu, PTUN Kendari juga menyatakan penerbitan IUP PT GKP di Konawe Kepulauan tidak sesuai dengan asas kecermatan dalam AUPB.
Lantaran, DPM-PTSP Sultra dinilai tidak mempertimbangkan keseluruhan dokumen, salah satunya perubahan izin lingkungan tersebut.
Kuasa Hukum Masyarakat Konawe Kepulauan, Harrimuddin mengatakan, sebenarnya dalam gugatan yang dilayangkan, meminta pelaksanaan IUP PT GKP ditunda.
Namun, kata Harimuddin, majelis hakim tidak mengabulkan, sehingga PT GKP masih bisa beroperasi sepanjang izin tambang yang diterbitkan DPM-PTSP Sultra belum inkrah.
Tetapi dalam keputusan lain, Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Konkep yang memasukkan pasal-pasal tambang.
“Putusan MA soal judicial review itu tidak membatalkan keputusan ini, tapi membatalkan perda ini, sehingga cara membacanya, seluruh aktivitas pertambangan mestinya dihentikan pemerintah,” tegas Harimuddin saat dihubungi, pada Jumat (3/2/2023).
Menurut lawyer dari Integrity Law Firm ini, putusan PTUN Kendari dan uji materi Perda RTRW Konkep oleh MA merupakan satu kesatuan.
Sehingga, meskipun permohonan penundaan pelaksanaan IUP PT GKP ditolak, maka tambang harus dihentikan secara ikhlas oleh pemerintah.
Terpisah, Humas PT GKP Marlion menyatakan akan mengajukan banding atas putusan PTUN Kendari ini.
“Semua pihak harus menghormati putusan PTUN Kendari, namun kami masi ada upaya hukum yang akan kami lakukan yaitu banding,” ujarnya via WhatsApp Messenger, pada Kamis (2/2/2023).
Menurut dia, banding itu dijamin oleh undang-undang. Marlion berharap, agar seluruh pihak saling menghormati dan menghargai proses hukum.(b)
Laporan: Krismawan
Leave a Reply