Jalan Panjang Rakyat Wawonii Tolak Tambang Raksasa Nikel, Dari Sidang PTUN Kendari, Uji Materi MA Hingga Pihak Terkait di MK

Indosultra.Com,Kendari – Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang pengujian materiil (judicial review) yang diajukan oleh PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP). Sidang yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 12 September 2023 tersebut diagendakan untuk mendengar keterangan DPR, Pemerintah, dan Pihak Terkait.

Namun, pihak DPR belum siap untuk menyampaikan keterangannya. Sedangkan dari pihak Pemerintah, hadir mewakili Presiden yakni Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Serta turut hadir Pihak Terkait yakni 28 (dua puluh delapan) masyarakat Wawonii yang diwakili oleh kuasa hukumnya *Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) _Law Firm_.

Dalam permohonan dengan register perkara Nomor: 35/PUU-XXI/2023 tersebut, PT GKP menguji konstitusionalitas UU Nomor 27 Tahun 2007 yang telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K) terhadap UUD 1945, khususnya terkait legalitas kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil.

Perusahaan tambang anak usaha Harita Group tersebut menilai terdapat ambiguitas dalam Pasal 23 ayat (2) soal kata “prioritas” UU PWP3K. Selain itu, pihaknya juga mempersoalkan ketentuan dalam Pasal 35 huruf k UU PWP3K, khususnya terkait kata “apabila” yang semestinya dipahami bukan sebagai larangan mutlak untuk melakukan kegiatan pertambangan, namun alternatif yang dapat dilakukan selama memenuhi kondisi yang dipersyaratkan, yakni secara teknis, ekologis, sosial dan budaya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar.

Menanggapi Permohonan PT GKP, pihak KKP melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Irjen. Pol. Victor Gustaf Manoppo menyampaikan keterangan Pemerintah yang pada pokoknya mengatakan tidak ada sedikitpun kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon atas berlakunya UU PWP3K.

Dalam keterangannya, Pemerintah menyampaikan telah memberikan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pemohon juga telah mendapatkan perizinan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga serangkaian kepastian hukum telah diperoleh oleh Pemohon.

Agenda sidang dilanjutkan dengan penyampaian keterangan dari Pihak Terkait. Melalui kuasa hukumnya INTEGRITY _Law Firm_, masyarakat Wawonii memohon perhatian Mahkamah Konstitusi akan betapa berbahayanya Permohonan Pemohon jika sampai dikabulkan.

“Secara geografis Pulau Wawonii merupakan pulau kecil yang memiliki wilayah dan sumber daya yang terbatas, sehingga sangat rentan rusak apabila dilakukan kegiatan eksploitatif seperti pertambangan. Sebagai contoh, Pulau Nipah yang berlokasi di Kepulauan Riau, hilang akibat penambangan pasir demi reklamasi pulau Singapura, hal mana yang menjadi salah satu pertimbangan utama diundangkannya UU PWP3K,” terang Harimuddin, dari INTEGRITY Law Firm.

Harimuddin juga menambahkan niat sebenarnya Pemohon mengajukan judicial review terhadap UU PWP3K adalah akibat hadirnya Putusan Mahkamah Agung Nomor: 57 P/HUM/2022 yang membatalkan ketentuan ruang tambang dalam Perda Tata Ruang Kabupaten Konawe Kepulauan.

Pihaknya menegaskan upaya Pemohon sejatinya berusaha mencoba menguji substansi Putusan Mahkamah Agung terkait Hak Uji Materiil tersebut di Mahkamah Konstitusi. Atas dasar tersebut, Pihak Terkait menyatakan Pemohon tidak memiliki legal standing karena hal yang dipersoalkan oleh Pemohon adalah berkaitan dengan penerapan atau implementasi suatu undang-undang, bukan berkaitan dengan konstitusionalitas sebuah norma.

Terlepas dari persoalan judicial review di Mahkamah Konstitusi ini, masyarakat Wawonii juga sudah berurusan hukum dengan PT GKP di tempat lainnya. Selain permohonan Hak Uji Materiil terhadap Perda Tata Ruang yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung, Pihak Terkait juga mengajukan gugatan terhadap Izin Tambang PT GKP di PTUN kendari, yang saat ini sedang dalam proses Kasasi di Mahkamah Agung.

Selain Izin Lingkungan yang tidak disertai dengan AMDAL, Harimuddin juga menegaskan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang dimiliki PT GKP pun sudah daluarsa sejak tahun 2016. Namun pihak Perusahaan masih terus menambang siang dan malam sampai sekarang. Seakan mereka paham tidak memiliki banyak waktu lagi untuk menambang di Pulau Wawonii.

Pada kesempatan terpisah, Sahidin, mantan Anggota DPRD Kabupaten Konawe Kepulauan periode 2014-2019 tersebut juga berpendapat yang sama.

“IPPKH PT GKP sudah daluarsa dan sedang digugat oleh warga atas nama Pani Arpandi di PTUN Jakarta. Menurut SIPP PTUN Jakarta, saya akses tanggal 12 September 2023 kemarin, gugatan Pani Arpandi tersebut dikabulkan oleh PTUN Jakarta. Majelis Hakim menyatakan batal dan menunda pelaksanaannya IPPKH tersebut serta meminta kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut izin tersebut,” katanya.

Dengan segala fakta hukum yang ada, maka tidak ada lagi dasar bagi PT GKP untuk melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii. Dihadapkan pada kondisi tersebut, kerugian yang dialami masyarakat Wawonii atas kegiatan tambang PT GKP yang telah merusak lingkungan dan mencemari air tidak sebanding dan tidak akan pernah bisa dibandingkan dengan potensi kerugian PT GKP yang selalu digaungkannya akibat tidak bisa lagi menambang.

Pihak Terkait dan tentu masyarakat Wawonii lainnya berharap Mahkamah Konstitusi menolak atau setidak-tidaknya menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima dengan mendasarkan segala fakta hukum yang ada dan menyelamatkan Pulau Wawonii, serta pulau-pulau kecil lainnya dari bahaya kegiatan eksploitatif tersebut.

Laporan: Krismawan

Koran indosultraKoran indosultra