BMKG Memprediksi Awal Kemarau di Indonesia Mulai April

BMKG Memprediksi Awal Kemarau di Indonesia Mulai April
Ilustrasi

Indosultra.com, Kendari – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperediksi musim kemarau 2021 akan mulai terjadi pada April 2021.

“BMKG memprediksi peralihan angin monsun akan terjadi pada akhir Maret 2021 dan setelah itu monsun Australia akan mulai aktif. Karena itu, musim kemarau 2021 diprediksi akan mulai terjadi pada April 2021,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati melalui rilis resminya, Kamis (25/3/2021).

Dia mengatakan, April sampai Mei 2021 merupakan masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau (masa pancaroba), meski sejumlah daerah mulai memasuki musim kemarau namun tidak serentak.

Hasil pemantauan terhadap anomali iklim global menunjukkan kondisi La Nina diprediksi masih akan terus berlangsung hingga Mei 2021 dengan intensitas yang terus melemah. Sedangkan pemantauan kondisi Indian Ocean Dipole Mode (IOD) diprediksi netral hingga September 2021.

Lebih lanjut Dwikorita mengatakan, kedatangan musim kemarau umumnya berkait erat dengan peralihan Angin Baratan (Monsun Asia) menjadi Angin Timuran (Monsun Australia). BMKG memprediksi peralihan angin monsun akan terjadi pada akhir Maret 2021 dan setelah itu Monsun Australia akan mulai aktif.

Deputi Bidang Klimatologi Herizal menjelaskan, dari total 342 zona musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 22,8 persen diprediksi akan mengawali musim kemarau pada April 2021, yaitu beberapa zona musim di Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa.

Kemudian 30,4 persen wilayah akan memasuki musim kemarau pada Mei 2021, meliputi sebagian Nusa Tenggara, sebagian Bali, Jawa, Sumatera, sebagian Sulawesi, dan sebagian Papua.

Sementara itu, sebanyak 27,5 persen wilayah akan memasuki musim kemarau pada Juni 2021, meliputi sebagian Sumatera, Jawa, sebagian Kalimantan, sebagian Sulawesi, sebagian kecil Maluku, dan Papua.

Bulan April – Mei merupakan masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Oleh karena itu Herizal mengimbau agar perlu diwaspadai potensi hujan lebat dengan durasi singkat, angin kencang, puting beliung dan potensi hujan es yang biasa terjadi pada periode tersebut.

Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis awal musim kemarau pada periode 1981-2010 maka awal musim kemarau 2021 di Indonesia diprakirakan mundur pada 197 ZOM (57,6 persen), sama pada 97 ZOM (28,4 persen), dan maju pada 48 ZOM (14,0 persen).

Selanjutnya, apabila dibandingkan terhadap rerata klimatologis akumulasi curah hujan musim kemarau (periode 1981-2010) maka secara umum kondisi musim kemarau 2021 diprakirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya pada 182 ZOM (53,2 persen).

“Musim kemarau pada tahun 2021 akan datang lebih lambat dengan akumulasi curah hujan yang mirip dengan kondisi musim kemarau biasanya. Artinya musim kemarau 2021 cenderung normal dan kecil peluang terjadinya kekeringan ekstrem, seperti musim kemarau tahun 2015 dan 2019,” ujar Herizal.

Selanjutnya sejumlah 119 ZOM atau sebanyak 34,8 persen, akan mengalami kondisi kemarau atas normal (musim kemarau lebih basah), yaitu curah hujan musim kemarau lebih tinggi dari rerata klimatologis) dan 41 ZOM atau 12,0 persen akan mengalami bawah normal (musim kemarau lebih kering), yaitu curah hujan lebih rendah dari reratanya).

Menghadapi musim kemarau 2021, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Dodo Gunawan menyatakan, perlu mewaspadai wilayah-wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal dibanding wilayah lainnya seperti di sebagian wilayah Sumatera bagian utara, sebagian kecil Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan sebagian Sulawesi.

Laporan : Ramadhan

Koran indosultraKoran indosultra