Indosultra.com, Kendari – Sejumlah Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengelar aksi menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jalan depan Eks MTQ Kendari, Kamis (8/9/2022) pagi tadi. Mereka membawa spanduk menolak kenaikan BBM dan tolak liberalisasi migas
Dari pantauan awak media, aksi tersebut diawali dengan jalan panjang dari jalan perempatan Wua-Wua dan finish di Jalan Eks MTQ Kendari.
Humas Gema Pembebasan Sultra, Indar Aprianto menyampaikan aksi yang mereka bangun adalah respon penolakan terhadap kenaikan BBM yang dilakukan pemerintah sejak 3 September 2022 lalu, Melalui Menteri ESDM, dengan menaikkan harga Pertalite dari Rp7.6500, per liter menjadi
Rp10 ribu per liter. Kemudian disusul dengan bahan bakar solar dari Rp5.1500, menjadi Rp6.800 per liter. Sedangkan harga Pertamax dikerek menjadi Rp14.500, dari sebelumnya Rp12.500,00, dengan alasan pemerintah harga BBM subsidi tidak tepat sasaran dan
membebani APBN.
“Jadi aksi ini dibangun oleh gerakan mahasiswa pembebasan Sulawesi Tenggara, yang diikuti mahasiswa dari berbagai di Sulawesi Tenggara, ada IAIN, ada UHO, STMIK BINA BANGSA, dan sebagian Mahasiswa UMK, dalam rangka untuk menolak kebijakan dzalim penguasa yang telah menaikkan harga bahan bakar minyak,”kata Indar dalam orasinya, Kamis (8/9/2022).
Dijelaskan Indar, bahwa alasan pemerintah menaikan BBM tidak masuk akal, sebab jika dicermati keluhan ini justru menjadi kontradiktif, di sisi lain porsi penerimaan perpajakan justru naik menjadi 83 persen sementara porsi penerimaan bukan pajak justru
turun menjadi 17 persen pada APBN 2023. Bukankah fakta ini menunjukkan justru APBN yang terlalu
membebani rakyat, bukan sebaliknya.
“Jadi Tuntutan kami itu ada beberapa point, yang pertama, cabut kebijakan dzalim tersebut, kemudian yang kedua stop terlibat dengan pasar bebas, karena secara tidak langsung yang menekan produk bahan bakar minyak yaitu pasar bebas, kemudian yang ketiga kelola sendiri sumber daya alam yang ada di Negara kita,”ujar Indar.
Indar menambahkan bahwa salah satu alasan kebijakan itu diterapkan sebenarnya karena pandangan neo-liberal pada pembentukan
harga BBM. Amerika tidak rela jika Indonesia mandiri atas sektor energi khususnya pada BBM. Lewat IMF peta jalan kebijakan liberalisasi sudah diamanatkan sejak lama. Hal
tersebut dapat dilihat pada butir 80 LOI 20 Januari 2000. Dugaan ini bukan tanpa alasan. Sebab sejak orde baru hingga pergantian rezim di orde reformasi, upaya penghapusan BBM bersubsidi setahap demi setahap mulai diwujudkan.
” Sebenarnya jika pemerintah mau mengelola sendiri sumberdaya alam, jangankan Rp5000 per liter, gratis pun bisa seperti itu. Kemudian yang selanjutnya stop kapitalisasi sumber daya alam, artinya pemerintah ambil alih tata kelola sumber daya alam tersebut,”tegas Indar. (b)
Laporan : Ramadhan
Leave a Reply