Alsauf
Indosultra.Com, Konawe Utara-Kesejateraan dalam bekerja menjadi harapan setiap orang untuk memenuhi kebutuhan hidup, terlebih bagi yang sudah memiliki anak dan istri.
Namun, bagaimana jadinya jika pekerjaan yang diperoleh tak sesuai yang diharapkan, bahkan jauh dari harapan untuk bisa bertahan hidup ditengah krisis ekonomi yang melanda saat ini.
Inilah yang dirasakan salah satu pegawai honorer yang bertugas di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), Al-Saud.
Lelaki barumur 40 tahun ini, merupakan pegawai honorer BPBD Konut yang telah bertugas sejak 2014 lalu hingga saat ini.
Alsauf, peroleh gaji dari instansi yang menangani persoalan bencana itu sebesar Rp 250 ribu perbulan.
Nilai itu, tentu sangat jauh dari resiko pekerjaan yang harus dihadapinya dilapangan sebagai tim Unit Reaksi Cepat (URC) BPBD saat turun menyelamatkan masyarakat yang tertimpa bencana.
Bahkan, nyawanya dan keselamatannya sudah tidak di pusingkan lagi, demi semata-mata untuk menyelamatkan manusia dari bencana.
“Sudah inilah resiko yang saya harus hadapi dan jalani demi untuk bisa memenuhi kebutuhan makan keluarga anak istri saya,”ungkap Alsauf dengan nada seduh memulai kisah singkat perjalannya bertugas di BPBD Konut, Selasa (29/3/2022).
Alsauf bersama tim URC BPBD saat melakukan evakuasi bencana
Lelaki sapaan akrab Alex ini memiliki 2 orang anak yang masih duduk di bangku sekolah. Anak pertama kelas 4 SD dan anak kedua masih TK.
Sebagai bapak, dirinya harus bekerja keras untuk memenuhi biyaya pendidikan anak-anaknya, sampai dengan kebutuhan makan, listrik dan lainnya.
Bekerja di BPBD menjadi satu-satunya harapan untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya bersama keluarga, meski resiko yang diterima sangat besar. Di BPBD Konut, terdapat 22 pegawai honorer yang bertugas
“Saya bekerja lilahitaala demi keluarga, dan keselamatan manusia dari bencana. Berbicara persoalan gaji Rp 250 ribu sangat jauh dari cukup, tapi mau diapa kasian kami pasrah saja,”ujarnya dengan nada haru.
Banyak kisah teragis yang dialami hingga hampir merenggut nyawanya saat turun melakukan misi penyelamatan bencana. Sala satunya, saat banjir bandang 2019 lalu.
“Waktu banjir bandang 2019 lalu tanpa alat pengaman kami turun langsung selamatkan warga. Sudah tidak ada jalan lain selain berenang ditengah banjir demi untuk menyelamatkan nyawa,”ungkapnya.
Tantangan dalam bekerja banyak dialami, seperti saat mengevakuasi korban tenggelam dan diterkam buaya.
“Kami sudah berserah diri kepada yang maha kuasa. Kami kerja ikhlas demi untuk negara dan masyarakat. Bahkan, kami kalau turun lapangan, baju kering dibadan, makan berlaskan tanah,”ucapnya.
Meski demikian, dirinya yang hidup terbatas dan jauh dari kesejateraan berharap adanya perhatian dari pemerintah untuk memperhatikan nasib tenaga honorer, terlebih yang menangani bencana.
“Sudah tidak bisa kita cari penghasilan tambahan lain pak. Karena kami fokus dipenanganan bencana. Mau malam, subuh, siang sore tidak kenal waktu,”tuturnya.
“Kami terus berharap pak, dari pemerintah melalui BPBD bisa memperhatikan hidup kami. Kasian kami, ada anak dan istri yang harus kami tanggung, sementara gaji cuma Rp 250 perbulan,”tutupnya berharap ada gajinya bisa dinaikkan.**(IS)
Laporan Jefri
Leave a Reply