Indosultra.Com, Konawe Utara – Subar Diwan, merupakan salah satu warga korban pencemaran air bersih yang diduga akibat adanya aktivitas penambangan biji nikel PT KMS 27 wilayah Blok Mandiodo.
Kepada awak media, Subar sapaan akrabnya mengatakan, masyarakat wilayah Lamondowo saat ini tidak hanya merasakan pencemaran air bersih, tapi sudah mengalami kekeringan air akibat ulah perusahaan tambang tersebut.
“Bukan kabur, tapi sudah tidak mengalir,”ungkap Subar melalui pesan WhatsApp saat dikonfirmasi, Senin (21/2/2022).
Bak air yang berada diarea kawasan penambangan PT KMS 27 mengalir diwilayah Desa Lamondowo, Kecamatan Andowia. Saat pertama kali warga melakukan perbaikan pipa, didapati air yang menjadi sumber kehidupan warga itu sudah keruh, dan bercampur tanah kemerahan.
“Pas kita mau naik perbaiki kerena uda dua hari tidak mengalir, sampenya kita kaget sudah lumpur. Kami tuntut tanggung jawab perusaahan kami menderita air bersih,”kesalnya.
Pencemaran air bersih hingga terjadinya penyumbatan yang membuat air pipa kering, diduga kuat akibat kegiatan pengerukan tanah nikel dari PT KMS 27. Tanah bercampur mata air masuk kealiran pipa sehingga tersumbat.
Persoalan tersebut, telag mendapat sorotan tajam dikarenakan memberikan kerugian besar terhadap masyakarat. Dan didesak untuk dihentikan, serta perlu dievaluasi analisis dampak lingkungannya.
Forum Kajian Masyarakat Hukum dan Lingkungan Sulawesi Tenggara (Forkam HL-Sultra) Agus Darmawan, menuding akibat beroperasinya perusahaan PT KMS 27, masyarakat di Desa lamondowo, Kecamatan Andowia, tidak dapat menikmati air bersih secara baik, lantaran tercemari logam.
“Kegiatan perusahaan pertambangan nikel PT Karya Murni Sejati 27, bukanlah kegiatan seperti pada umumnya mengurai dampak kecil. Hal ini dikarenakan disetiap proses produksi menghasilkan limbah, yang terurai tampa memperhatikan kaidah lingkungan dan kehidupan masyarakat,” Ungkap, Agus Darmawan kepada Rakyat Post saat melakukan peninjauan Sabtu, (19/02/2022).
Karena itu, Lanjut aktivis asal otipulu itu, bahwa perusahaan tidak boleh melakukan kegiatan kerja, tanpa melakukan riset dan survey langsung mengenai kondisi lingkungan. Pendataan kondisi lingkungan tidak bisa hanya dilakukan sekali saja, melainkan harus berkala dan berkali-kali, selama perusahaan tersebut masih berdiri disana melakukan aktivitas pertambangan bijih nikel.
“Salah satu cara mengatasi pencemaran lingkungan adalah dengan tidak menjalankan program kerja yang sekiranya beresiko bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Maka perlu diadakan survey secara berkelanjutan dari pihak berwenang dan jangan adanya praktek pembiaran,” Paparnya.
Agus Darmawan menegaskan, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengurai, bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun, oleh Purusahaan PT KMS 27 tidak dilakukan sesuai amanat UUD itu.
“Harusnya, perusahaan dalam operasi penambangannya, mempertimbangkan dampak kerusakan lingkungan dengan melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) lebih awal. Sekarang dampaknya bak utama air bersih masyarakat desa lamondowo sudah tidak layak di konsumsi,” Tambahnya.
Ia mendesak, Pemda Konut, Kejati Sultra, serta Polda Sultra agar mengambil langkah tegas terkait indikasi kerusakan lingkungan. Pihaknya meminta Dinas Lingkungan Hidup Konawe Utara segera mencabut ijin UKL-UPL perusahaan tersebut karena merusak sumber air bersih warga, yang telah tercemari logam.
Agus juga meminta pihak PT Karya Murni Sejati 27 bertangungjawab memulihkan kembali lingkungan di kawasan DAS Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), sebagaimana diamanatkan UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal I ayat (2).*
Laporan: Jefri
Leave a Reply