Indosultra.com,Bombana – Aktivitas pertambangan nikel yang masif di Kecamatan Kabaena Barat, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) , kini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup masyarakat pesisir, khususnya di Desa Baliara.
Dua perusahaan tambang PT Timah Investasi Mineral dan PT Trias Jaya Agung yang beroperasi di wilayah tersebut disebut telah merusak kualitas lingkungan, menurunkan pendapatan warga, bahkan memicu keresahan akan kesehatan dan keselamatan hidup.
Desa Baliara dulunya dikenal sebagai kampung nelayan yang makmur. Sekitar 300 kepala keluarga menggantungkan hidup dari hasil laut, seperti menangkap ikan dan membudidayakan rumput laut. Dalam sehari melaut, seorang nelayan bisa membawa pulang hingga Rp700 ribu. Hasil tangkapan mereka bahkan dipasok ke kota-kota besar seperti Makassar.
Namun kini, harapan itu seakan tenggelam bersama keruhnya air laut yang tercemar. Limbah ore nikel membuat laut berubah warna, ikan menghilang, dan rumput laut sulit tumbuh. Hasil tangkapan menurun drastis, hanya sekitar Rp200 ribu meski melaut seharian. Lebih parah lagi, keramba ikan tak lagi bisa diandalkan. Banyak ikan mati, dan warga pun takut mengonsumsi hasil laut karena khawatir terpapar bahan berbahaya.
“Laut bukan lagi tempat mencari rezeki, tapi sumber kekhawatiran,” tutur Ibu Rahma, seorang warga pesisir. “Anak-anak kami tak bisa lagi bermain di pantai dengan aman. Ikan tidak layak konsumsi, dan rumput laut kami hancur.”
Masalah ini tak berhenti pada kerusakan ekosistem. Sejumlah warga mengaku mengalami gangguan kesehatan, seperti gatal-gatal usai beraktivitas di laut. Selain itu, banjir yang kian sering terjadi sejak tambang mulai beroperasi, menambah panjang derita. Bahkan, pada 2018, seorang balita dilaporkan tenggelam dan hilang di laut yang telah berubah keruh sebuah tragedi yang membekas dalam ingatan warga.
“Kami tidak menolak tambang, tapi kami ingin tambang yang adil,” tegas salah satu tokoh masyarakat.
“Kami hanya ingin laut kami kembali sehat, dan hidup kami kembali tenang,” tambahnya.
Direktur WALHI Sulawesi Tenggara turut bersuara keras terhadap lemahnya pengawasan pemerintah. Ia menyebut situasi ini sebagai bentuk nyata dari pengabaian negara terhadap rakyat pesisir.
“Tambang nikel di Baliara bukan hanya menghancurkan ekosistem, tapi juga mencabut hak hidup masyarakat,” ujarnya.
“Negara harus hadir, tidak hanya sebagai pengatur industri, tapi pelindung warganya.”
Masyarakat Desa Baliara kini menuntut tindakan tegas dari pemerintah pusat maupun daerah, serta aparat penegak hukum. Mereka mendesak evaluasi menyeluruh terhadap operasi tambang yang dinilai merusak lingkungan dan ruang hidup mereka.
“Jangan biarkan kami yang hidup paling dekat dengan sumber daya, justru menjadi korban dari eksploitasi yang tak berkeadilan,” tutup seorang warga dalam nada penuh harap.
Laporan: Krismawan




