OPINI: Bandara Sugimanuru – Labobo

OPINI: Bandara Sugimanuru - Labobo

IndoSultra.Com, La Woro – Muna Barat punya Bandara, Sugimanuru namanya. Salah satu sedikit dari peninggalan Jepang era kolonialisme di Indonesia, Bandara ini seleting dengan Bandara Frans Kaisepo di Biak dan Bandara Leo Watimenna di Pulau Morotai.

Bandara bandara ini disiapkan oleh Jepang dalam rangka perang Asia Pasifik yang menyeret Indonesia masuk dalam pusaran perang itu.

Dapat dikatakan bahwa Bandara bandara ini adalah salah satu saksi bisu dahsyatnya Perang Asia Pasifik yang memperhadapkan pihak Sekutu dengan Amerika sebagai promotor utamanya dan pihak Jepang.

Jika Bandara Morotai pernah menjadi pangkalan Jenderal Douglas Macarthur pasca kekalahan Jepang. Bandara Sugi Manuru di Pulau Muna tak ada catatan penulis yang saya dapatkan setelah Jepang hengkang, Bandara ini digunakan sebagai apa.

Dapat dikatakan bandara ini lama “mati suri”, nanti setelah era Orde Baru kembali difungsikan dan maskapai Merpati lah yang melayani penerbangan perintis kala itu.

Saya pernah naik dalam penerbangan itu diawal tahun 80 an, menurut cerita ibu saya. Maklum saat itu saya lagi dalam kandungan ibu dalam penerbangan Muna-Makassar Via Bandara Sugi Manuru.

Eksistensi Bandara ini seolah lampu pijar kadang terang kadang redup. Penerbangan Merpati kala itu rupaya tak bertahan lama.

Setelah itu kembali redup, terang kembali setelah beroperasinya Susi Air diawal tahun 2000an. Namun juga tak bertahan lama.

Pasca Bandara ini masuk dalam wilayah administrasi Muna Barat kemudian Bandara ini perlahan lahan bersolek rupa, run waynya diperpanjang, terminal keberangkatan dan kedatangan dibangun dengan model yang apik.

Saat ini pesawat jenis ATR 72-600 sudah dapat mendarat di Bandara ini. Maskapai Garuda pernah beroperasi namun tak lama, tersisa Maskapi Wings Air dengan jadwal 3 kali seminggu jika normal, dalam kondisi abnormal kadang hanya sekali dihari Sabtu.

City Link sudah menyatakan kesiapannya mengisi slot yang ditinggalkan Garuda namun sampai saat ini juga tak ada hilal kapan mulai beroperasi.

Sayang, itu mungkin ungkapan klise yang bisa muncul tentang eksistensi Bandara Sugimanuru ini, padahal Bandara ini adalah salah satu Bandara yang ada di Pulau Muna.

Untuk sebuah Bandara paling tidak ada empat aspek yang harus diperhatikan terkait pengembangan bandara berkelanjutan yaitu lingkungan, komunitas, ekonomi, dan operasional.

Khusus aspek ekonomi dan operasional ini saling terkait. Kebutuhan operasional bandara yang tinggi perlu ditopang oleh geliat ekonomi daerah layanan bandara.

Jika biaya operasional bandara yang tinggi itu tidak berdampak pada aktivitas ekonomi daerah layanan bandara maka dapat dikatakan investasi sebuah bandara belum dapat dikatakan berhasil.

Bandara itu, harus menguntungkan secara komersial, oleh karena itu diperlukan kreativitas Pemda setempat agar Bandara yang sudah terbangun dapat di optimal dan manfaatkan secara teoritik hampir tak ada bandara yang bertahan dengan hanya mengandalkan arus traffic keluar masuknya warga setempat.

Harus ada geliat ekonomi didalamnya baik yang dibangkitkan oleh sektor jasa, parawisata, perdagangan, atau industri.

Khittoh core bisnis Bandara itu adalah bisnis traffic baik orang maupun barang, jika secara traffic bandara itu lesuh maka dapat dikatakan bandara itu dalam posisi “lampu kuning”.

Dapat menuju ke “lampu merah” jika Pemda tempat bandara itu berada tidak kreatif, tak melahirkan program yang memancing traffic di Bandara itu kembali menggeliat.

Bagaimana dengan Bandara Sugimanuru, secara prinsip sesungguhnya daerah layanan bandara ini cukup luas paling tidak ada 3 kabupaten yakni Muna Barat, Buton Tengah dan Muna.

Geliat ekonomi 3 kabupaten ini harusnya cukup baik minimal jika mengandalkan perputaran ekonomi yang dibangkitkan oleh APBD. Paling tidak kurang lebih 2 Trilium dana yg berputar di Pulau Muna ini. Hanya bagaimana dampaknya terhadap geliat Bandara Sugi Manuru.

Arus trafficknya apakah dipengaruhi oleh geliat ekonomi 3 kabupaten ini? Harusnya Iya, namun perlu ada riset khusus soal ini.

Soal geliat bandara sugi manuru ini sudah menjadi atensi Pemda Muna Barat, ada skema block seat dan usulan penambahan rute Muna Barat – Kendari. Inisiatif ini sudah cukup baik, minimal memberi jaminan kepada pihak maskapai soal keterisian pesawat.

Namun apakah ini cukup? Ini soal “napas panjang” apakah memiliki daya tahan untuk menstimulus tingkat keterisian pesawat dan kunjungan didaerah ini dalam rentang yang panjang sehingga berffek pada peningkatan ekonomi daerah layanan bandara.

Saya kira mesti dipikirkan secara lebih strategis lagi dengan melibatkan semua komponen khususnya 3 daerah yang menjadi daerah layanan Bandar Udara Sugi Manuru yaitu Muna Barat, Buton Tengah dan Muna. Juga melibatkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Soal ini rupanya sudah ada inisiatif untuk membicarakannya secara terbatas dengan 3 kabupaten layanan.

Optimalisasi Bandara Sugi Manuru dapat dilakukan manakala koridor ekonomi Pulau Muna dapat bangkit dengan mengandalkan kekuatan ekonomi pada 3 wilayah di Pulau Muna.

Event bersama dan berskala besar yang dapat menarik kunjungan di 3 kabupaten sudah mulai dipikirkan, dan menjadi kalender wisata rutin secara bergiliran. Sektor parawisata sudah harus mulai digenjot dengan mengandalkan integrasi potensi wisata pada 3 wilayah dan dukungan konektivitas 3 wilayah ini.

Tidak dapat lagi hanya secara parsial antar wilayah. Potensi wisata Buton Tengah misalnya Pantai Labobo, Mutiara dan spot lainnya dapat ditunjang dengan potensi wisata yang ada di Muna dan Muna Barat.

Para traveller yang berkunjung ke Pulau Muna tak lagi hanya menyasar potensi wisata di Muna atau Muna Barat tapi juga bisa menjangkau potensi wisata Buton Tengah.

Sebagi satu koridor ekonomi Pulau Muna maka nantinya konsepsi pembangunannya juga mestinya terintegrasi antar 3 wilayah ini dan ini seyogyanya mendapat dukungan kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara bahkan Pemerintah Pusat.

Sehingga Pulau Muna ini memiliki “ekuitas merek” tidak mesti mengejar level kekuatan merek Pulau Bali atau Pulau Lombok namun minimal diskala regional Sulawesi, Pulau Muna sudah dapat menempatkan dirinya sebagai destinasi utama para traveller.

Kita tentu membayangkan jika wisatawan dari Makassar akan berkunjung di destinasi wisata Meleura di Muna atau Pajala Muna Barat cukup 1 jam 15 menit dari Makassar.

Tapi itu tak akan cukup menjawab kebutuhan mereka, Labobo dan Mutiara di Buton Tengah dapat menjadi pilihan selanjutnya.

Dari Bandara Sugi Manuru hanya 1 jam perjalanan darat untuk mencapai 2 destinasi di Buton Tengah itu. Kita akan melihat geliat itu syaratnya satu konsepnya terpadu dan terintegrasi.

Soal wisata ini Buton Tengah sudah memulai, konsepnya baik, dukungan infrastrukturnya baik, spot wisatanya ditata.

Saat ini saya di Labobo menikmati secangkir kopi hitam dan memandang teduh lautnya. Bagaimana dengan Muna dan Muna Barat, para traveller lah yang akan memberi kesan!. Wallahu A’lam bishawab, ungkap Surachman mantan sekretaris PUPR Mubar ini.

Laporan: La Bulu.
Penulis : Surachman, Dekan Fakultas Teknik Institut Teknologi Bisnis dan Kesehatan Muhammadiyah Muna Barat.

Koran indosultraKoran indosultra