Indosultra.com, Unaaha – Pengangkutan Ore Nikel yang dilakukan oleh PT Fajar Timur Sentosa (FTS) di Desa Sonai, Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga tidak menggunakan jembatan timbang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Hal itu disampaikan salah satu dari narasumber yang tidak berkenaan disebutkan namanya. Ia mengatakan, dump truk mengangkut Ore Nikel milik PT Fajar Timur Sentosa melebihi ketentuan izin yang berlaku. Truk biasa memuat Ore Nikel seberat 12 hingga 14 ton.
Tak hanya itu, dirinya juga membeberkan bahwa dump truk pengangkut ore nikel tersebut tidak melalui penimbangan sebelum menggunakan jalan pemerintah atau jalan nasional.
Aktivitas pengangkutan Ore Nikel yang dilakukan oleh PT Fajar menggunakan jalan nasional dengan muatan telah melebihi izin yang diberikan, selain memperparah kondisi jalan Poros Rahabangga, kegiatan ini juga membuat pengendara harus berhati-hati dengan material nikel yang jatuh di jalan.
Menanggapi hal ini, Security PT Fajar Timur Sentosa, Joko, menjelaskan bahwa jembatan timbang milik perusahaan mengalami kerusakan kurang lebih sudah satu bulan lalu, dan selama kerusakan pihak perusahaan menggunakan jembatan timbang milik PT Asmindo.
Sementara itu, Humas PT Fajar Timur Sentosa, Habibi Tuduan, S.Sos.,MM saat dikonfirmasi, Rabu (5/10/22) mengungkapkan bahwa jembatan timbang mengalami kerusakan akibat terkena petir. “Yang pertama pada waktu kita memuat itu, kita memakai timbangan PT Asmindo,” kata Habibi.
Mantan camat Puriala ini juga mengatakan bahwa baru berapa minggu ini tidak ditimbang, namun awalnya pengangkutan ore nikel tersebut ditimbang di PT Asmindo. Terkait muatan yang diduga lebih dari 8 ton, dirinya menjelaskan bahwa pernah dilakukan pengangkutan dengan berat muatan 8 ton sebanyak satu kali, tetapi para supir-supir pengangkut ore nikel komplain, malah tidak ada sopir yang datang melakukan pemuatan ore nikel.
“Menurut para sopir harga BBM sudah naik kemudian mau memuat 8 ton, katanya hasilnya apa itu,” ungkapnya.
Meski begitu, pria yang biasa disapa Habibi juga mengakui bahwa kelebihan dari muatan ore nikel merupakan suatu pelanggaran yang bertentangan dengan ketentuan. “Persoalan itu, saya sudah sampaikan bahkan kita pernah coba satu malam dengan menyesuaikan ketentuan yang ada seperti 8 ton, malah sopir tidak ada yang datang sehingga kita pernah berhenti selama dua malam,” ungkapnya.
Soal dokumen perjanjian kontrak antara PT. Fajar Timur Sentosa dengan PT Asmindo, apakah didalamnya tertuang tentang penggunaan jembatan milik PT Asmindo, dirinya mengatakan tidak begitu mengetahui secara pasti dan menyarankan agar menanyakan lebih lanjut kepada pemilik perusahaan tersebut.
Terpisah salah satu staf BPJN Sulawesi Tenggara, Asrul yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp mengatakan bahwa jika ada ketidaksesuaian yang dilakukan oleh perusahaan tersebut bisa langsung diadukan ke tim terpadu.
“Kami sangat menyambut baik, sebagai penyelenggara jalan nasional di Sultra karena untuk pengawasan tambang-tambang ini memang kami akan sangat terbantu dari masyarakat,” tutupnya.
Untuk PT Fajar Timur Sentosa telah memiliki izin dalam bentuk dispensasi penggunaan jalan nasional yang memerlukan perlakuan khusus dari kementerian PUPR direktorat jenderal bina marga balai pelaksana jalan nasional (BPJN) Sulawesi tenggara No. HK 0201 Bb21/765 tertanggal 19 juli 2022.
Di mana dalam dokumen PT Fajar Timur Sentosa harus mengikuti ketentuan salah satunya adalah terkait muatan sumbu terberat (MST) maksimal 8 ton. (b)
Laporan : Febri
Leave a Reply