Pemrakarsa Pemekaran Koltim Sedih, Tony Berhasil “Membangun Dinasty”

Foto: Abdul Kadir

Indosultra.Com, Kolaka Timur- Melihat kemajuan daerah Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) pasca memisahkan diri (mekar) dari Kabupaten Kolaka ternyata masih jauh dari harapan yang diinginkan oleh sebagian tokoh pemekaran.

Tony Herbiansah yang dipercayai menjadi “kapten” untuk menahkodai bahtera dianggap belum mampu membawa Koltim pada taraf kesejahteraan seperti menjadi cita-citakan awal pemekaran.

Salah seorang tokoh pemrakarsa berdirinya Koltim bernama Abdul Kadir sampai miris dan merasa sedih melihat Tony menjalankan roda pemerintahan di Koltim. Dimana menurutnya bahwa Koltim hanya dikuasai oleh Tony beserta keluarganya semata (disinyalir mirip nepotisme). Lebih parahnya lagi, kata Abdul Kadir keempat orang tersebut tinggal dalam satu rumah.

Abdul Kadir mendeskripsikan, jabatan bupati dipegang Tony, jabatan Kepala Dinas (Kadis) Dikmudora diduduki oleh istrinya, Surya Hutapea, jabatan Kepala BPKD diduduki oleh kakak ipar Tony bernama Martha Hutapea, serta jabatan Kepala Bagian Pembangunan dipangku oleh kemanakan Tony bernama Noval Rezky (anak kandung dari Martha Hutapea).

Tersayatnya hati Abdul Kadir lagi bahwa mayoritas yang menempati jabatan di tubuh pemerintahan Tony hingga saat ini berasal dari luar daerah Koltim.

Selain “meneropong” dari aspek tatanan pemerintahan, Abdul Kadir yang juga tokoh masyarakat Kecamatan Ladongi ini juga melihat adanya contoh perilaku (tabiat) yang tidak sepantasnya dilakukan istri Tony Herbiansah. Selaku Kadis Dikmudora, tidak sepantasnya ia menjemur seorang guru yang notabene adalah pahlawan tanpa tanda jasa.

Pengamatan yang sama juga datang dari salah seorang tokoh pemekaran Koltim, H Muhammad Buddu. Mantan calon bupati tahun 2015 lalu mengatakan bahwa Tony Herbiansah selaku bupati gagal membangun infrastruktur jalan di Koltim.
Masih banyak jalan-jalan kabupaten maupun provinsi yang kondisinya sangat memperihatinkan.

Ia melihat di Koltim kendaraan sudah padat tetapi mutu pengaspalan yang dikerjakan tidak padat. Terkadang sudah sampai diujung pekerjaan begitu menengok dititik awal pengaspalan sudah terbongkar.

“Ada yang mengklaim bahwa pengaspalan sudah dilakukan sepanjang 140 kilo sekian. Pertanyaan saya aspalnya dimana. Karena sepengetahuan saya, belum pernah saya liat dilakukan pengerjaan pengaspalan yang sebenarnya,” jelas Buddu.

Disamping itu, ia juga menilai banyak pembangunan yang dilakukan bersifat mubazir atau tidak tepat sasaran. Misalnya, bangunan rujab bupati di Desa Lalingato (dekat kompleks perkantoran) tidak difungsikan lalu kemudian membangun mess yang ujung-ujungnya dijadikan rujab.

“Hal yang belum mendesak dibangun seperti pembangunan pagar sekolah semestinya tidak usah, gunakan yang sudah ada dulu. Lebih baik dana perbaikan pagar dialihkan ke jalan usaha tani yang sudah memperihatinkan. Agar petani bisa mudah mengangkut atau membawa hasil pertanian atau perkebunannya,”katanya.

Sebagai salah satu tokoh masyarakat Desa Taosu, Kecamatan Poli-polia, H Amiruddin juga merasa kecewa dengan tatanan birokrasi pemerintahan yang berjalan di Koltim, karena secara fakta telah berhasil membentuk “dinasty”. Mengangkat istrinya sebagai kepala dinas,lalu mengangkat iparnya sebagai kepala keuangan serta mengangkat kemanakannya sebagai kepala bagian pembangunan.

Menurut Amiruddin, seorang bupati semestinya tidak boleh menempatkan iparnya secara langsung pada posisi jabatan yang mengelolah keuangan daerah. Karena hal itu akan banyak menimbulkan dugaan spekulatif yang bisa saja terjadi diantara mereka. Bahkan, besar kemungkinan tidak akan pernah ada temuan kerugian negara atas anggaran yang telah digunakan oleh bupati.

Sepengetahuan Amiruddin, tidak bisa seorang kepala keuangan daerah bertalian darah langsung dengan bupati. Sebab jabatan tersebut rentan dengan pertanggungjawaban keuangan daerah. Amiruddin mengaku bahwa belum pernah melihat di negara ini bupati mengangkat iparnya secara langsung menjadi kepala keuangan daerah.

“Misalnya saja (dugaan), bupati meminjam uang di kas daerah.Kemudian besok mau diperiksa, kan bisa saja bupati mentutupi pinjamannya, setelah itu diambil kembali. Tidak akan bisa ada pernah temuan penyelewengan di Koltim ini. Karena kapan ada temuan langsung bisa ditutupkan dan kas daerah masih tetap utuh. Bagaimana tidak, Bupati pengguna anggaran,iparnya penyimpan anggaran,”ujarnya.**

Laporan: Zamrul.

Koran indosultraKoran indosultra